Ratusan Dokter Tuntut Sertifikasi dan Ijazah

MEDAN, WOL – Ratusan dokter yang tergabung dalam Pergerakan Dokter Indonesia Sumatera Utara menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut ijazah dan sertifikasi profesi yang ditahan fakultas.

Dalam aksi itu, mereka juga menolak pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD), karena hal itu hanya berlaku bagi mahasiswa.


“Kami bukan mahasiswa lagi, kami sudah menjadi dokter karena kami telah lulus 8 Juli 2014 dan telah menyelesaikan pendidikan kedokteran baik akademik dan profesi sebelum terbentuknya Panitia Nasional UKMPPD itu. Kami sudah lulus dan mendapat predikat Sarjana Kedokteran. Kenapa harus disuruh ujian mahasiswa lagi?” kata Koordinator Aksi Pergerakan Dokter Indonesia (PDI) Sumut, Rony Kurniawan, dalam unjukrasa di depan Gedung DPRD Sumut, Senin (24/8).

Dikatakan Rony, mereka telah menyelesaikan program pendidikan akademik, pendidikan profesi dan telah lulus ujian yang diselenggarakan setiap bidang ilmu kedokteran. Oleh karena itu, menuntut ijazah yang menyatakan kelulusan mereka dan berhak mendapat gelar dokter.

“Kalau kami ikut ujian mahasiswa lagi, jadi di manakah kredibilitas dan keabsahan ujian yang sudah kami lakukan di rumah sakit dengan penguji dokter spesialis atau konsulen? Kenapa ijazah dokter kami harus ditahan fakultas kedokteran?” imbuh Rony.

Dia menjelaskan, beberapa dokter yang tergabung dalam PDI ini merupakan alumni fakultas kedokteran di Univeristas Methodist Indonesia (UMI), Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) dan beberapa fakultas kedokteran lainnya di Sumatera Utara.


Mereka juga telah digiring mereka untuk mengikuti UKMPPD, sedangkan menurut UU Dikti No 12 tahun 2012 Pasal 43 dan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan (Permendikbud) No 11 tahun 2014 Pasal 1 bahwa sertifikasi profesi merupakan pengakuan untuk melakukan praktek profesi.

“Ini seolah-olah memaksa kami melakukan praktek klinis, sedangkan tidak semuanya harus membuka praktek. Ada dokter non-klinis juga. Kami menuntut hak kami sebagai dokter karena kami telah menyelesaikan seluruh rangkaian pendidikan untuk menjadi seorang dokter,” jelas Rony lagi.

Selain itu, dalam unjuk rasa ini mereka juga membeberkan dugaan mark-up biaya UKMPPD yang menurut Kepurutusan Kemenristek Dikti No. 338/M/Kp/VI/2015 hanya Rp 1 juta, tapi pada kenyataannya, mereka malah dibebankan Rp 3 – Rp 9 juta oleh fakultas masing-masing.

“Parahnya, kalau ada yang tidak lulus, maka harus membayar lagi dengan jumlah yang sama,” kata dia lagi.

Untuk itu, mereka meminta anggota DPRD Sumut menyuarakan tuntutan mereka hingga ke tingkat pusat karena penyelenggaraan UKMPPD oleh Dikti tidak memiliki regulasi dan kepastian hukum yang jelas. Dengan kondisi itu, mereka juga meminta agar hak menguji kompetensi dokter dikembalikan saja ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sesuai UU No 29 Pasal 28 ayat 1 tahun 2004 tentang praktek kedokteran.

Menanggapi itu, Ketua Komisi E DPRD Sumut, Efendi Panjaitan yang menyambut aksi itu mengatakan telah menampung seluruh aspirasi PDI. Kemudian, dia berjanji akan mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dikti, IDI, Dinas Kesehatan, Dekan Fakultas Kedokteran seluruh perguruan tinggi di Sumut.

“Kita ingin tahu bagaimana regulasi sesungguhnya. Nanti agar tidak ada dusta di antara kita, maka adik-adik akan kita libatkan juga di sana,” kata politisi PDI Perjuangan itu.