"Pesan Untuk Walikota Medan"

Seorang pemimpin bukan soal seremonial belaka. Gemar hadir, berbicara hingga meresmikan acara-acara yang mempunyai alur membosankan. Figur pemimpin adalah soal hadir atau tidaknya di tengah masyarakat yang tak tersentuh formalitas seremonial. Turut menjawab persoalan yang menyulitkan kehidupan masyarakat. Seorang pemimpin adalah soal pengakuan dari masyarakat yang dipimpin.

Kehidupan masyarakat Kota Medan semakin terusik rasa aman dan kenyamanannya. Keresahan semakin menyesak hidup di tanah kelahirannya sendiri. Infrastruktur jalan yang tak kunjung bebas dari kerusakan, lalu lintas yang selalu sesak dengan kemacetan, kriminalitas begal hingga terancamnya soliditas antar etnik dan umat beragama. Keresahan ini tumbuh semakin pesat, karena pemimpin tak kunjung terlibat ambil bagian mengatasi persoalan.

Walikota Seremonial

Dzulmi Eldin yang berpasangan dengan Akhyar Nasution terpilih sebagai Walikota Medan dan Wakil Walikota Medan sejak dilantik pada 17 Februari 2016 silam. Hingga saat ini, Eldin yang bukan terbilang baru (sebelumnya Wakil Walikota Medan berpasangan dengan Rahudman) memimpin kota terbesar ke 3 di Indonesia ini belum menunjukkan kerja nyata yang berdampak baik bagi masyarakat. Sebaliknya, bukan bekerja cepat, Eldin justru masih terlihat asyik dengan beragam acara seremonial.

Hal itu dibuktikan dengan, sejak tulisan ini dibuat 31 Agustus 2016, laman resmi www.pemkomedan.go.id dipadati dengan pemberitaan seremonial yang dilakukan oleh Walikota dan Wakil Walikota Medan. Isinya menyoal seremonial menerima kunjungan siswa di rumah dinas Walikota Medan, seremonial menghadiri acara ulang tahun yayasan perguruan, hingga menghadiri seremonial peringatan Hari Koperasi Nasional. Yang tampak sedikit berbeda terlihat di jejaring sosial facebook milik Pemko Medan, satu postingan menyoal "Atasi Banjir di Brayan Bengkel dan Tanjung Mulia Dinas Bina Marga Korek Parit Bengkel", selebihnya didominasi oleh seremonial sang Walikota dan Wakil Walikota Medan.

Menghadiri acara bersifat seremonial tidak salah, hal itu menjadi salah ketika minim kerja nyata. Masyarakat menunggu kerja nyata yang langsung berdampak positif bagi masyarakat. Masyarakat Kota Medan butuh Walikota yang berani hadir bersama masyarakat menjawab keresahan.

Namun, Eldin yang memimpin Kota Medan hingga tahun 2021 ini belum menunjukkan kehadirannya di tengah masyarakat yang terlanjur menilainya sebagai walikota seremonial. Ditambah lagi tak tampak dan tak kunjung hadirnya Eldin saat masyarakat Sari Rejo diintimidasi oleh aparat. Eldin absen saat masyarakat butuh. Stigma ini menjadi jamak dengan beragam pemberitaan oleh media baik cetak maupun elektronik di Kota Medan yang mengungkapkan keluhan dan kekecewaan masyarakat kepada walikotanya, walikota seremonial.

Kehormatan Bukan Penghormatan

Pada 15 Agustus 2016, tepat dua hari sebelum perayaan kemerdekaan Republik Indonesia, masyarakat Kota Medan Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia harus rela tak berdaya dihujani kebrutalan aparat TNI Angkatan Udara Lanud Soewondo. Kekerasan secara sporadis dilakukan TNI AU Lanud Soewondo bersama Paskhas, Polisi Militer dan dugaan bantuan dari Batalyon Artileri Medan (Armed) Angkatan Darat. Hal itu sesuai dengan hasil pemantauan langsung yang dilakukan oleh Tim Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Bentrok TNI AU dan Warga Sari Rejo Komnas HAM di lokasi kejadian.  Berdasarkan catatan Komnas HAM, kejadian memalukan yang dilakukan oleh aparat ini menyebabkan 20 orang luka-luka diantaranya warga Sari Rejo dan sejumlah jurnalis, dua orang jurnalis harus dirawat inap di rumah sakit karena luka berat yang dialaminya. Selain itu, rumah beserta barang-barang milik warga juga turut menjadi sasaran kekejian aparat, ditambah lagi aksi anti kemanusiaan itu memasuki rumah ibadah salah satu Masjid di Sari Rejo, sejumlah aparat memasuki Masjid lengkap mengenakan seragam tanpa melepaskan alas kaki, dari rekaman hasil CCTV yang beredar luas di masyarakat tampak salah seorang aparat menendang kotak Infaq hingga pecah. Ketegangan yang sudah berlangsung lama di pemukiman warga hingga saat ini tak kunjung menemukan titik penyelesaian.

Masyarakat Kota Medan, Jurnalis, sejumlah anggota DPRD Kota Medan dan Komnas HAM mengutuk keras aksi kebrutalan yang dilakukan aparat tersebut. Namun tidak halnya dengan Walikota Medan, Eldin absen ketika masyarakat menghadapi penyiksaan. Eldin absen ketika masyarakat Kota Medan butuh kebijaksanaan seorang pemimpin. Hingga saat ini, kerja nyata Eldin memberi empati dan solusi bagi permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat yang di pimpinnya tak kunjung tampak.

Padahal, seorang pemimpin harus mampu menjembatani setiap kepentingan yang ada di masyarakat. Walikota Medan menjadi garda terdepan ketika masyarakat Kota Medan mendapat ketidakadilan. Eldin seharusnya bisa diandalkan menemukan titik damai antara warga Sari Rejo dengan pihak aparat TNI AU Lanud Soewondo. Eldin harus memiliki keberanian menerobos dan tak cukup bersikap serba ala kadarnya. Masyarakat Kota Medan butuh walikota yang tak pernah takut terjun ke lapangan, walikota yang mampu memimpin tindakan nyata bukan sekedar hadir memimpin upacara.

Seakan tak cukup dengan kejadian mengenaskan yang dihadapi masyarakat di Sari Rejo. Rasa aman dan nyaman masyarakat Kota Medan kembali terusik dengan kejadian bom bunuh diri di rumah ibadah. Kurang dari satu bulan saja, keresahan masyarakat Kota Medan jadi bertambah dengan kejadian bom bunuh diri di Gereja Katolik Santo Yosep Jalan Dr. Mansyur No. 75 Medan. Kejadian berawal dari seorang pelaku yang diketahui dari KTP bernama Ivan Armadi Hasugian berhasil memasuki wilayah gereja. Saat pastor berdiri di altar memulai ibadah umat kristiani, Ivan yang kelahiran 1998 ini tiba-tiba mendatangi pastor dengan menggunakan ransel yang diketahui berisi bom. Beruntung aksi ini berhasil ditangani dan Ivan sudah diamankan oleh pihak berwajib. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, hanya Ivan yang luka-luka akibat bom diranselnya gagal meledak dan pastor yang terluka di lengan kiri.

Pasca kejadian, sejumlah aparat pemerintahan di Kota Medan menyambangi lokasi kejadian. Kali ini Eldin selaku Walikota Medan juga tampak di lokasi. Kepada awak media Eldin menghimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan kejadian tersebut, seperti halnya himbauan yang disampaikan oleh pejabat pemerintahan yang hadir di lokasi.

Kejadian ini turut menantang kepiawaian Eldin sebagai pemimpin di Kota Medan. Hadirnya Eldin tak cukup hanya memberi himbauan. Empati dan kehadiran Eldin tak cukup tanpa kerja nyata demi menjaga kondusivitas Kota Medan yang memiliki kekayaan etnik suku bangsa dan agama. Kejadian bom bunuh diri ini mencoreng Kota Medan yang selama ini dikenal plural dan damai.

Fikarwin Zuska (2016), Antropolog Universitas Sumatera Utara menuturkan kejadian bom bunuh diri di rumah ibadah tersebut menguji soliditas masyarakat multietnik di Kota Medan. Disampaikan Fikarwin,  selama ini hubungan antar kelompok etnik di Kota Medan berlangsung kondusif, harmonis dan solid. Hubungan antar kelompok tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya etnik atau agama yang mendominasi di Kota Medan (Kota Heterogen). Dibuktikan dengan Medan memiliki kelompok etnik tuan rumah Melayu-Deli, disamping itu juga banyak memiliki etnik Batak, Karo, Nias, Mandailing, Jawa, Sunda, Ambon, India, Tionghoa dan sejumlah etnik lainnya yang ada di Kota Medan. Kota Medan juga tak hanya didominasi oleh agama Islam, namun juga ada Kriten Protestan, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghuchu. Keberagaman dan hidup secara damai di Kota Medan ini dibuktikan dengan banyaknya bangunan rumah ibadah antar agama yang berdiri berdampingan, salah satunya terdapat di kawasan Jalan Zainul Arifin (Kampung Madras) Medan. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Kota Medan adalah miniatur Indonesia.

Pemimpin Kota Medan harus mampu merawat kebhinekaan yang sudah lama tumbuh di Kota Medan ini. Walikota Medan harus bertindak tegas bagi perusak kebhinekaan. Tidak tinggal diam bila keberagaman yang menjadi kekayaan Kota Medan dirusak begitu saja. Karena kondusivitas, soliditas dan keberagaman asset Kota Medan ini tidaklah bersifat absolut, namun dapat berubah dan hilang. Kota Medan butuh pemimpin yang tak hanya jago memberi himbauan, namun mampu berbuat nyata merawat kebhinekaan.

Kepiawaian kepemimpinan Walikota Kota Medan juga ditantang dengan segera melunasi janji. Mampu memotivasi anak muda sebagai aset bagi perubahan positif di Kota Medan. Menjadi inspirasi perubahan, bukan yang gemar mendiamkan persoalan. Tidak diam bila marak kriminalitas begal semena-mena di kota beragam budaya ini. Tidak diam bila buruknya infrastruktur jalan mengancam keselamatan masyarakat. Tidak diam dan lambat menyelesaikan persoalan.
Walikota Medan yang mampu mengambil sikap dan langkahnya terhormat, dengan sendirinya akan mendapat kehormatan. Walikota Medan tidak sibuk memburu penghormatan yang bisa dipentas-seremonialkan. Langkah kongkrit Walikota Medan harus mampu menginspirasi, berhasil sebagai jembatan berkeadilan bagi masyarakat Kelurahan Sari Rejo dan aparat TNI AU Lanud Soewondo.

 Keteladanan Walikota Medan harus mampu merawat kebhinekaan. Gagasan Walikota Medan harus mampu menerobos menciptakan Kota Medan yang aman dan nyaman bagi masyarakat Kota Medan. Walikota Medan harus terlibat dalam usaha menyelesaikan keresahan dan menciptakan kesejahteraan, berkuasa dengan teladan kepemimpinan yang membanggakan. Dengan sendirinya Walikota Medan pantas mendapat kehormatan bukan melulu memburu penghormatan.

Medan Rumah Kita

Di pasar-pasar tradisional (dalam dialog Medan dikenal dengan istilah Pajak) sering kita dengar diskusi keresahan tentang kesemrawutan Kota Medan. Hal itu juga kita jumpai di beragam seminar yang diselenggarakan di hotel-hotel, diskusi kalangan kaum terdidik di kampus-kampus, di tengah obrolan keluarga dan di warung-warung kopi. Di media massa sering kita jumpai kabar buruk tentang Kota Medan.

Keresahan, keluhan dan pesimisme masyarakat Kota Medan menjadi hal wajar saat ini. Seakan tidak ada hal yang membanggakan di Kota Medan. Terbukti dengan perbincangan terkait Kota Medan kerap dipenuhi dengan pandangan negatif. Medan penuh dengan kesemrawutan dan kebobrokan tanpa batas. Kondisi ini diperparah dengan daftar mantan Walikota Medan yang terkena kasus tindak pidana dan dipenjarakan. Ditambah lagi dengan sering absennya Walikota Medan saat ini, saat masyarakat Kota Medan membutuhkan perubahan.

Dalam menjawab pesimisme tersebut, dibutuhkan sosok pemimpin yang tak membiarkan masyarakat gemar membicarakan Kota Medan dari sisi negatif. Perubahan positif bagi Kota Medan menjadi kebutuhan mendesak hari ini. Walikota Medan harus tanggap dan cepat mengembalikan kepercayaan masyarakat Kota Medan kepada pemimpin. Walikota yang dipercaya bisa menomorsatukan kepentingan masyarakat. Kecintaan pemimpin kepada masyarakat Kota Medan menjadi daya dobrak luar biasa dalam menggerakkan perubahan Kota Medan menjadi lebih baik.

Jawaban atas keresahan tersebut sebenarnya sudah tertuang apik dalam tagline Medan Rumah Kita yang digaungkan oleh pasangan Dzulmi Eldin dan Akhyar Nasution. Berdasarkan data rekapitulasi KPU Kota Medan, pasangan Walikota dan Wakil Walikota Medan tersebut berhasil mendulang suara sebanyak 346.406, jumlah dukungan yang tidak sampai 20 persen dari jumlah pemilih di Kota Medan sebesar 1.998.835 jiwa.

Apapun ceritanya, masyarakat Kota Medan sudah memercayakan Kota Medan dipimpin oleh Eldin. Eldin semestinya dengan segera memanfaatkan momentum ini, membuktikan bahwa masyarakat tidak keliru dalam memilih pemimpinnya, mampu melunasi janji dengan segera.

Medan Rumah Kita sebagai andalan Eldin berisikan janji melakukan perbaikan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Secara gamblang disampaikan, akan segera melakukan perbaikan drainase dan perbaikan jalan. Akan mereformasi administrasi kependudukan menjadi lebih cepat dan gratis. Berjanji akan meningkatkan kualitas transportasi dan mengatasi kemacetan. Hingga saat ini janji-janji Eldin tak kunjung direalisasikan.

Eldin tidak punya waktu banyak untuk segera membuktikan janji-janjinya kepada masyarakat Kota Medan, yang menurut data Sensus Penduduk Indonesia 2010 penduduk Kota Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Demi menjawab keresahan masyarakat dan mewujudkan Kota Medan menuju perubahan yang lebih baik, Eldin harus segera mengambil langkah cepat dan tegas.

Pertama, ubah gaya kepemimpinan. Kepemimpinan seremonial harus segera digantikan dengan kepemimpinan kerja yang bermanfaat bagi masyarakat. Masyarakat tidak butuh publikasi seremonial walikota, masyarakat butuh kerja nyata walikota. Masyarakat bosan dengan pemberitaan Walikota yang melulu seremonial, namun minim turun ke lapangan. Eldin tak perlu lagi buang waktu, rupiah dan tenaga dengan mengirimkan pemberitaan seremonial di media-media massa. Eldin perlu hadir bersama masyarakat, berani dan melakukan terobosan demi menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Kota Medan. Masyarakat di Kelurahan Sari Rejo sudah lama menunggu kehadiran kepemimpinan solutif dari Eldin. Kebhinekaan Kota Medan harus lebih kreatif dirawat oleh Eldin. Tidak cukup dengan memberi himbauan, mengadakan acara seremonial keagamaan. Namun adakan diskusi-diskusi lintas etnik dan agama, memberi apresiasi bagi tokoh-tokoh pluralisme lokal dan memotivasi anak muda agar terlibat dalam kegiatan kebhinekaan. Agar anak muda Kota Medan tidak terjerumus dalam alur negatif dan merusak kebhinekaan, lewat rangkulan terhadap sejumlah komunitas anak muda yang peduli Kota Medan yang sudah banyak melakukan sejumlah kegiatan kreatif. Seperti komunitas Medan Heritage, Tangan Di Atas, komunitas Medan Berbagi dan lain sebagainya. Dengan komunitas-komunitas anak muda ini Eldin dapat merumuskan sejumlah perubahan yang lebih berdaya dobrak. Karena anak muda tidak menawarkan seremonial belaka namun anak muda menawarkan perubahan.

Kedua, awasi dan lunasi janji. Kepemimpinan Eldin selama 5 tahun hingga 2021 bukanlah semata memberi kesempatan kepada Eldin untuk bekerja ala kadarnya. Eldin harus dapat bekerja lebih cepat. Eldin tidak punya waktu lama untuk merealisasikan janji-janjinya. Fakta saat ini, masih banyak infrastruktur jalan yang rusak, proyek pengerjaan drainase menghambat aktivitas warga. Seperti yang terjadi di kawasan Jalan Yos Sudarso dan Jalan Karya, aktivitas warga terpaksa harus terkendala akibat pengerjaan drainase. Tumpukan tanah dibiarkan menggunung di pinggir jalan hingga menimbulkan kemacetan berbulan-bulan. Kondisi ini diperparah kurangnya kesadaran pekerja proyek yang acuh tak acuh terhadap pengguna jalan.

Berdasarkan pengakuan pekerja pada penulis, pekerja tersebut hanyalah pekerja lepas Dinas Bina Marga Kota Medan yang dibayar murah dan hanya menunggu perintah mandor. Alhasil pengerjaan di lapangan banyak pembiaran, akses jalan masyarakat banyak terhambat.
Eldin perlu aktif hadir di lokasi dan tak takut ‘compang-camping' menuntaskan hal ini. Eldin tak cukup sekedar memberi mandor namun lihat langsung realita di lapangan. Pengerjaan proyek di lapangan jangan sampai lebih banyak sebagai mandor daripada pekerja. Pengawasan harus aktif dilakukan, pembiaran yang menghambat aktivitas warga jangan didiamkan. Ini masih persoalan drainase, infrastruktur jalan masih banyak meunggu untuk segera dilakukan perbaikan. Selain itu aman dan nyaman juga perlu diwujudkan dengan lalu lintas transportasi yang bebas dari kemacetan. Sejumlah angkutan umum dan kendaraan lainnya semakin meresahkan masyarakat. Walikota Medan juga harus berperan aktif, menindak tegas dan tak membiarkan aksi kriminalitas begal marak di Kota Medan. Komunikasi dan kerja sama Eldin dengan kepolisian dan DPRD Kota Medan harus baik dalam merumuskan hal ini. Ciptakan Kota Medan yang bersahabat bagi anak muda agar terhindar dari kegiatan kriminal. Kota yang tidak sehat menyebabkan aktivitas kriminal meningkat. Eldin bersama aparat kecamatan yang mampu menjangkau pelosok Kota Medan langsung bekerja cepat dengan menciptakan komunitas warga yang ramah dan anti kriminalitas. Rapor warga harus benar-benar dimiliki pihak kecamatan melalui kelurahan-kelurahan yang ada. Agar nantinya tercipta harmonisasi masyarakat dengan aparat daerah.

Kemudian, yang terakhir adalah berorientasi pada gerakan. Eldin menciptakan kepercayaan yang besar dari masyarakat dan memimpin pergerakan masyarakat Kota Medan sama-sama memiliki tanggung jawab atas perubahan positif Kota Medan. Pendekatan pergerakan bukan pendekatan seremonial sehingga masyarakat merasa terpanggil untuk terlibat. Inilah sejatinya makna slogan Medan Rumah Kita.

Dengan demikian, Eldin sebagai pemimpin tidak hanya menyelesaikan masalah dan melunasi janji semata. Eldin juga hadir menciptakan masyarakat yang merasa memiliki Medan, Medan Rumah Kita.

Memang, Walikota Medan bukan superhero, semua masalah dilimpahkan dan jadi tanggungjawab pemimpin. Tapi, perlu diingat bahwa Walikota Medan adalah dirigen bagi masyarakat kota yang kaya keberagaman ini. Dirigen yang menghadirkan inspirasi, energi dan suasana bagi perubahan Kota Medan.

 Eldin harus fokus menuntaskan permasalahan dan melakukan percepatan melunasi janji-janjinya. Seremonial yang jauh dari realita perubahan harus segera ditinggalkan. Selama ini masyarakat Kota Medan bekerja keras sendirian tanpa pemimpinnya, jauh dari empati dan keprihatinan walikotanya. Pesimisme seperti ini akan terus tumbuh menjadi kekesalan akut.

Pesan ini adalah realita apa adanya. Walikota Medan harus mampu mengubah pesimisme menjadi optimisme. Eldin harus mampu mengimbangi kerja keras masyarakat.  Kecepatan, kelugasan, berani menerobos, dan hadir di tengah masyarakat harus dibuktikan Eldin dalam melunasi janji-janji hingga 5 tahun ke depan. Karena masyarakat sebenarnya tidak penting siapa walikotanya, yang terpenting adalah lunasi janji-janjinya.

Bila tidak segera menjawab keresahan masyarakat, berhenti di tengah jalan dan berikan pada putra-putri kota ini untuk melanjutkan kepemimpinan. Agar masyarakat tidak resah terus-menerus, aman dan nyaman hidup dalam rumahnya sendiri.

*Penulis adalah Alumnus Pascasarjana Ilmu Hukum USU. Email fauziabdullah1@gmail.com