JAKARTA - Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dinilai masih kurang maksimal. Bahkan masih ditemukan berbagai permasalahan.
Demikian kesimpulan dari hasil pengawasan BPJS Watch di lapangan yang diungkap kepada awak media, Selasa (25/8/2015).
Iuran BPJS Kesehatan Perlu Dievaluasi
Di antara berbagai persoalan yang dianggap merugikan masyarakat yakni pada sistem online untuk mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan. Menurut Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar, sistem online yang diterapkan terkadang sulit diakses.
"Sistem online-nya masih belum siap. Kadang mati, kemudian hidup tapi tak bisa terakses. Tidak hanya peserta mandiri, tapi juga peserta perusahaan-perusahaan swasta, sering mengalami kendala. Akibatnya, pendaftaran itu pun menjadi terlambat," katanya dalam diskusi bertema 'Pengawasan, Fraud, Moral Hazzard di Dalam Peningkatan Pelayan Kesehatan JKN', di Jakarta.
Angka denda yang dikenakan terhadap para peserta BPJS Kesehatan juga tak sesuai dengan peraturan, yakni Rp200-300 ribu. Sistem pembayaran iuran melalui anjungan tunai mandiri (ATM) bagi peserta mandiri juga kerap terjadi kendala dan baru bisa dibayar beberapa hari ke depan yang mengakibatkan adanya keterlambatan dan berujung denda.
"Angka denda-nya itu tidak sesuai dengan peraturan, yakni Rp200 ribu, Rp300 ribu. Itu fakta yang di lapangan. Itulah yang jadi salah satu fraud atau titik lemah, atau apalah namanya yang dilakukan atau terjadi di BPJS Kesehatan hingga hari ini. Ini yang harus segera dibenahi oleh BPJS Kesehatan. Kalau enggak, makin kacau di lapangan," katanya.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Ansyori mengakui adanya persoalan, di antaranya Puskesmas belum sepenuhnya mampu menegakkan 155 diagnosa penyakit karena adanya keterbatasan sarana dan prasarana. Hal ini mengakibatkan fungsi Puskesmas belum optimal.
“Lalu, masih ada Puskesmas yang belum menggunakan aplikasi P-Care untuk program JKN. Padahal, aplikasi P-Care bermanfaat dalam proses verifikasi kepesertaan dan kendali mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas. Ketersediaan obat pun masih terbatas karena hambatan distribusi," kata Ahmad.
Sehingga peserta BPJS Kesehatan harus membeli obat sendiri. Kemudian ada pula permasalahan terkait dengan belum optimalnya mekanisme program rujuk balik, sehingga pasien menumpuk di rumah sakit dan ada indikasi terjadinya error atau fraud dalam pelayanan kesehatan.
0 Comments