ROKOK YANG MENIKMATINYA DAN MEMBENCINYA
Kenikmatan bisa berbentuk apa saja dan kapan saja. Setiap orang memiliki batas dimana menurutnya bahwa itu adalah sebuah kenikmatan, karena standar setiap manusia akan selalu berbeda. Bisa saja kenikmatan satu orang dengan yang lainnya akan berbeda karena impresi yang timbul berbeda-beda. Tergantung dari pemicu nya yang muncul. Oleh sebab itu kita tidak bisa berbagi kenikmatan itu tapi satu hal pasti yang akan disepakati. Bahwa merokok bagi perokok adalah kenikmatan yang mungkin sama nikmatnya dengan orgasme.
Merokok adalah kegiatan yang sepertinya sudah lekat dengan pria yang hebat, gagah dan pemberani. Kita bisa lihat bagaimana iklan rokok yang selalu menampilkan seorang lelaki ganteng dan gagah melakukan olahraga ekstream atau menunggangi kuda. Itu seperti menggambarkan bahwa jika ingin menjadi lelaki sejati merokok lah. Karena dengan sebatang rokok di lengan menunjukan bahwa olahraga extream hanya bisa dilakukan oleh pria sejati yang perokok. Memang ini agak diluar logika tetapi ini seperti ingin mencitrakan demikian. Untuk jadi pria sejati memang tidak melulu harus perokok karena pria sejati seperti yang ada di film Kingsman adalah yang mengetahui tata karma. Simple sekali bukan? Tapi memang iyah begitu adanya pria dengan kepribadian sopan selalu sangat keren. Mungkin sampai saat ini bagi penggiat anti rokok tidak akan pernah masuk logika itu karena bagi yang perokok pun pasti berkata demikian. Tapi peduli apa rokok tetaplah rokok selalu punya logikanya sendiri.
Iklan bergambar seram pun nyatanya sudah ditampilkan disetiap bungkus rokok, ini untuk mengurangi jumlah perokok aktif yang kadung mencintai tembakau. Tapi sama seperti iklan yang diluar logika akal sehat iklan bergambar seram pun tidak berarti apa apa bagi perokok. Bahkan jika saya lihat jumlah perokok semakin bertambah banyak. Dulu pada saat saya masih kecil teman-teman yang merokok sulitnya bukan main untuk hanya menghisap sekali saja mereka harus sembunyi di tempat yang sepi bahkan tidak diketahui orang. Selain karena pada saat itu lingkungan saya masih menggap tabu anak kecil merokok kami pun merasa masih menghargai orang tua yang walaupun sama-sama perokok tapi sebagai orang yang lebih tua sulit rasanya untuk sekedar merokok didepan mereka. Tapi pada saat ini anak kecil seumuran 5 sampai 6 sd pun sudah merokok di depan rumahnya sendiri. bahkan tetangganya pun sudah acuh kepada anak-anak kecil itu. Miris sekali melihat bahwa anak kecil yang seharusnya masih belajar mengaji hari ini sudah belajar merokok. Apa mau dikata di era yang serba liberal ini system kekeluargaan dalam tatanan hidup bermsyarakat tampaknya sudah mulai pudar dan hilang. Jika orang disekelilinginya saja sudah tidak mampu untuk mencegah anak-anak merokok apa lagi hanya gambar yang katanya seram. Malah hanya jadi lelucon bagi mereka bahwa gambar itu tidak menakuti mereka sama sekali.
Tidak ada yang salah dengan merokok dan begitu pun dengan yang anti. Karena kedua-duanya memiliki hak yang sama sebagai warga Negara dan dilindungi oleh UU. Tapi saya selalu heran kepada orang yang selalu mengatakan bahwa perokok tidak boleh di dekati. Stereotype yang sebetulnya menyakitkan karena seolah perokok adalah orang jahat dan harus di musnahkan. Saya pernah punya pengalaman. Ketika itu saya adalah perokok yang sebetulnya tidak sering-sering amat paling hanya sebungkus seminggu atau bahkan sebulan. Teman saya waktu itu tidak merokok dan saya sangat menghargai dia, saya tidak pernah mengajak dia merokok apalagi memberi. Itu menjadi hak dia untuk merokok atau tidak karena bagi saya merokok adalah kenikmatan yang dibagi ketika kita sama sama perokok tidak ada sekat antara perokok dan tidak, dan yang paling penting tidak akan ada perdebatan yang muncul ketika perokok menganggu hak nya sebagai orang yang tidak merokok begitu juga sebaliknya. Kita balik lagi ke teman baik saya ini. Pada suatu saat orang tua nya menyuruh anaknya untuk menjauhi saya karena takut anaknya menjadi seorang perokok seperti saya. Mungkin orang tua itu sangat sayang kepada anaknya sampai-sampai berteman pun harus di pilih-pilih. Padahal jika orang tua yang sayang seharusnya memberikan pengetahuan bagaimana berbahayanya merokok atau bahkan kenikmatanya merokok bila perlu supaya anak bisa mengetahui lebih banyak ruginya atau untungnya. Bukankah kampanye tentang AIDS yang mengatakan bahwa jauhi penyakitnya bukan orangnya seharusnya berlaku juga bagi rokok. Karena perokok bukanlah orang yang harus dipisahkan dari tatanan sosial tetapi seharusnya menjadi teman yang bisa melihat kehidupan dari sisi lain (merokok).
Karena kenikmatan itu hanya sesaat hukumnya maka dari itu ingin terus diulang. Setiap saat selagi bisa pasti ingin mencapai kenikmatan itu bagaimana pun caranya. Merokok ditemani kopi dan obrolan hangat bersama teman mungkin adalah salah satu momen ternikmat bagi perokok. Kita tidak peduli status sosial, umur, atau bahkan ekonomi semua sama di mata tembakau itu sama rata sama rasa
0 Comments